Baru

Cari Chord

Asap Tebal Semakin Menyebar GMKI Bengkulu: Pemerintah Harus Ambil Kebijakan Strategis Dan Cepat

Sejumlah daerah kawasan hutan yang ada di Provinsi Sumatera dan Provinsi Kalimantan dilanda bencana kebakaran. Insiden kebakaran hutan dan lahan ini sudah merupakan bencana tahunan yang di rasakan masyarakat terutama Provinsi Riau. Bencana besar ini melanda wilayah yang subur ditumbuhi flora yang menjadi habitat makhluk hidup terutama fauna langka. Karhutla ini terjadi mulai awal September 2019 saat musim kemarau.

Setelah paru-paru dunia Hutan Amazone, Brazil di lindas si jago merah pada Januari 2019 lalu, kini paru-paru Indonesia di hantam kembali yang merupakan pusat berlangsungnya makhluk hidup terutama hewan dan tumbuh-tumbuhan. Sangat disayangkan kejadian ini yang tidak seharusnya terjadi karena pupulasi sebagian besar makhluk hidup punah dalam sekejap.

Tercatat dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah ditemukan titik panas di Riau (502.755 Ha), Jambi (23.000 Ha), Sumatera Selatan (7.790 Ha), Kalimantan Barat (69.000), Kalimantan Tengah (338.960 Ha) dan Kalimantan Timur (2.000 Ha). Persebaran daerah yang terkena Karhutlah tersebut sangat mempengaruhi kualitas udara di daerah-daerah tersebut dan sekitarnya. Data BMKG menyebutkan berdasarkan parameter konsentrasi PM 10 yaitu kualiatas udara di Riau 327 µgram/m³, Pontianak 293,73 µgram/m³ jelas ini sangat berbahaya bagi kesehatan terutama pernafasan.

Dari data-data tersebut GMKI Bengkulu mendesak pemerintah untuk cepat andil dalam penanganan bencana ini, tidak menunggu lama lagi karena masyarakat sekitar tidak memerlukan opini pemerintah atau publik lagi melainkan penangan khusus juga pemerintah pusat harus bekerjasama denganpemerintah daerah untuk memberikan penanggulangan bencana alam maupun ke personal korban.

Jerri Simanjuntak sebagai bagian pengurus cabang GMKI Bengkulu mengaku kecewa dengan pernyataan Menko Polhukam (Menteri Politik, Hukum dan Keamanan) Wiranto yang mengatakan Insiden bencana ini merupakan modus baru karena persaingan politik saat rapat koordinasi khusus terkait Karhutla di Kantor Kemenko Polhukam Jumat, 13 September 2019 lalu.

“Pemerintah bukan saatnya lagi menduga-duga dan melemparkan opini tidak jelas atas bencana yang terjadi tetapi yang harus dilakukan adalah mengambil kebijakan yang dikeluarkan bersamaan dengan tindakan nyata terjun ke lapangan, pemerintah juga harus memikirkan segera penghijauan terhadap lahan terbakar dalam waktu yang cepat ini. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa hutan menjadi sumber oksigen dalam pernafasan. Sebelum orban semakin banyak dan lahan semakin luas di ludes di jago merah semua pihak terkait harus saling bekerjasama dalam menangani secara cepat,” tutupnya

The post Asap Tebal Semakin Menyebar GMKI Bengkulu: Pemerintah Harus Ambil Kebijakan Strategis Dan Cepat appeared first on hitabatak.com.


Asap Tebal Semakin Menyebar GMKI Bengkulu: Pemerintah Harus Ambil Kebijakan Strategis Dan Cepat

Sejumlah daerah kawasan hutan yang ada di Provinsi Sumatera dan Provinsi Kalimantan dilanda bencana kebakaran. Insiden kebakaran hutan dan lahan ini sudah merupakan bencana tahunan yang di rasakan masyarakat terutama Provinsi Riau. Bencana besar ini melanda wilayah yang subur ditumbuhi flora yang menjadi habitat makhluk hidup terutama fauna langka. Karhutla ini terjadi mulai awal September 2019 saat musim kemarau.

Setelah paru-paru dunia Hutan Amazone, Brazil di lindas si jago merah pada Januari 2019 lalu, kini paru-paru Indonesia di hantam kembali yang merupakan pusat berlangsungnya makhluk hidup terutama hewan dan tumbuh-tumbuhan. Sangat disayangkan kejadian ini yang tidak seharusnya terjadi karena pupulasi sebagian besar makhluk hidup punah dalam sekejap.

Tercatat dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah ditemukan titik panas di Riau (502.755 Ha), Jambi (23.000 Ha), Sumatera Selatan (7.790 Ha), Kalimantan Barat (69.000), Kalimantan Tengah (338.960 Ha) dan Kalimantan Timur (2.000 Ha). Persebaran daerah yang terkena Karhutlah tersebut sangat mempengaruhi kualitas udara di daerah-daerah tersebut dan sekitarnya. Data BMKG menyebutkan berdasarkan parameter konsentrasi PM 10 yaitu kualiatas udara di Riau 327 µgram/m³, Pontianak 293,73 µgram/m³ jelas ini sangat berbahaya bagi kesehatan terutama pernafasan.

Dari data-data tersebut GMKI Bengkulu mendesak pemerintah untuk cepat andil dalam penanganan bencana ini, tidak menunggu lama lagi karena masyarakat sekitar tidak memerlukan opini pemerintah atau publik lagi melainkan penangan khusus juga pemerintah pusat harus bekerjasama denganpemerintah daerah untuk memberikan penanggulangan bencana alam maupun ke personal korban.

Jerri Simanjuntak sebagai bagian pengurus cabang GMKI Bengkulu mengaku kecewa dengan pernyataan Menko Polhukam (Menteri Politik, Hukum dan Keamanan) Wiranto yang mengatakan Insiden bencana ini merupakan modus baru karena persaingan politik saat rapat koordinasi khusus terkait Karhutla di Kantor Kemenko Polhukam Jumat, 13 September 2019 lalu.

“Pemerintah bukan saatnya lagi menduga-duga dan melemparkan opini tidak jelas atas bencana yang terjadi tetapi yang harus dilakukan adalah mengambil kebijakan yang dikeluarkan bersamaan dengan tindakan nyata terjun ke lapangan, pemerintah juga harus memikirkan segera penghijauan terhadap lahan terbakar dalam waktu yang cepat ini. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa hutan menjadi sumber oksigen dalam pernafasan. Sebelum orban semakin banyak dan lahan semakin luas di ludes di jago merah semua pihak terkait harus saling bekerjasama dalam menangani secara cepat,” tutupnya

The post Asap Tebal Semakin Menyebar GMKI Bengkulu: Pemerintah Harus Ambil Kebijakan Strategis Dan Cepat appeared first on hitabatak.com.


Komentar